KONSULAT REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK (CINA NASIONALIS) MEMBANTU MENGHENTIKAN PEMBANTIAN WESTERLING DI MAKASSAR


DARI SEJARAH TIONGHOA YANG TERLUPAKAN :
KONSULAT REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK (CINA NASIONALIS)
MEMBANTU MENGHENTIKAN PEMBANTIAN WESTERLING DI MAKASSAR


Tidak banyak diketahui orang, bahwa kejahatan perang yang dilakukan Westerling di Makassar telah dihentikan oleh tindakan seorang tua Tionghoa-peranakan bernama Kong Siu Tjoan. Dia memberitahukan konsul Tionghoa Wang Tek Fun sedang terjadinya pembunuhan sewenang2 terhadap penduduk setempat dan minta segera diambil tindakan. Konsul Wang Tek Fun datang berserta gubernur Belanda dan kedua orang ini memerintahkan pasukan2 istimewa Belanda dibawah Westerling untuk seketika menghentikan perbuatannya.


Bapak Sie Hok Tjwan sebagai cicit dari Kong Siu Tjoan menuturkan kisah ini. Konon pada waktu itu, Ida kuneng putri raja Maros jatuh cinta dengan seorang perantau Tiongkok yang baru datang dari Tiongkok daratan. Pemuda yang bernama Kong Hok Tien ini ikut berjuang dengan Sun Yat Sen sebagan nasionalis, namun melarikan diri dari Tiongkok ketika Komunis mulai masuk dan menguasai Peking. Dari perkimpoia ala sam pek in tai ini diturunkanlah keturunan peranakan yang beragama Islam dan peranakan yang beragama Buddha. Kebetulan nenek saya dalam kelompok peranakan yang beragama Buddha.

Rumah kakek saya di Tamajene, hanya beberapa blok dari tugu peringatan
korban 40.000 jiwa. Yaitu suatu tragedi pembantaian besar-besaran oleh Belanda kepada penduduk Makassar atau merah putih pada waktu itu. Nenek saya sebagai saksi mata dari pembantaian itu seringkali masih berkaca- kaca ketika menceritakan pembantaian yang mengerikan itu.
Pada waktu itu, terdengar desas desus bahwa akan ada pembersihan.
Barangsiapa yang didapati menyembunyikan bendera merah putih akan diangkut sekeluarga dan dibunuh. Dan benar pada siang itu, jalan didepan rumah dipenuhi dengan ratap tangis orang -orang yang kedapatan mempunyai merah putih. Mereka dibawa ketanah kosong dan rawa-rawa di belakang rumah kami.
Konon waktu itu mereka disuruh menggali lubang besar, setelah itu disuruh
berdiri berjajar dan ditembaki dari belakang. Begitu selanjutnya. Ratap
tangis minta ampun ibu-ibu, anak-anak, terdengar sangat memilukan. Semakin
siang semakin banyak orang yang dibawa oleh tentara belanda. Suara tembakan terdengar tidak henti-hentinya.

Seisi rumah dicekam ketakutan yang luar biasa. Pintu dan jendela ditutup
rapat-rapat. Yang laki-laki dengan bersenjatakan tombak menunggu dengan
was-was. Nenek saya yang baru menikah waktu itu bersembunyi dengan pisau ditangan. Beruntung rumah kami sama sekali tidak diperiksa, entah karena kebetulan atau karena rumah orang Tionghoa. Dan disangka tidak punya merah putih.. Tidak tahan mendengar suara orang dibunuh, dengan memberanikan diri kakek saya menulis surat ke konsulat general (Wang Tek Fun) atau atase perdagangan Tionghoa waktu itu, bahwa pembantaian tersebut melanggar perjanjian dan tidak berperikemanusiaan.

Dengan mengendap ngendap dan mempertaruhkan nyawa dia membawa surat tersebut.
Pada saat itu jalan-jalan menjadi sangat lengang, kedapatan di jalan bisa
berakibat dituduh sebagai mata-mata atau merah putih, panggilan Westerling
kepada pejuang kemerdekaaan pada waktu itu. Berbekal bintang mas tanda jasa dari Sun yat Sen kepada bapaknya, sebagai tanda pengenal, setelah mendapat pemberitahuan itu, konsul Tiongkok datang dan menghentikan pembantaian tersebut.

Menurut nenek saya, kalau tidak ada interfensi dari konsul RRT tersebut akan lebih banyak lagi orang mati terbunuh di Makassar. Cerita ini tidak pernah diketahui oleh orang luar, hanya kalangan keluarga saja .
Kong Siu Tjoan dianugerahi jabatan sebagai gubernur di Nanking oleh Presiden Dr. Sun Yat Seng, namun jabatan itu ditolak dan memilih untuk tetap tinggal di Makassar karena kecintaan pada ibunya.


(Sumber : Forum Budaya dan Sejarah Tionghoa)















_____________
Source:
https://www.facebook.com/groups/595521033981696/permalink/972000636333732/

Komentar

Postingan Populer