JENDERAL M. YUSUF MERAHASIAKAN MAKAM KAHAR MUZAKKAR, BENARKAH?



Pada tanggal 3 Februari 1965 di wilayah hutan Lasolo, Sulawesi Tenggara, melalui Operasi Tumpas, Kahar Muzakkar dinyatakan tertembak mati dalam pertempuran antara pasukan TNI satuan Siliwangi 330 dari Jawa Barat yang merupakan regu Umar Sumarna.
Ketidakjelasan di mana jenazah Kahar Muzakkar dikuburkan memantik kecurigaan bahwa Kahar belum mati. Hasan Kamal Muzakkar, 52 tahun, anak sulung Kahar dari istrinya, Corry van Stenus, mewakili keluarganya pernah datang pada Jenderal M. Jusuf untuk meminta keterangan tentang makam ayahnya. Tapi, Jusuf menolak memberitahu.
Lalu salah satu tokoh reformasi A.M. Fatwa yang masih terbilang kerabat dari beliu secara khusus datang ke kediaman Jenderal M. Jusuf di Makassar beberapa waktu sebelum meninggal menanyakan, “Tabe Puang, siapa yang menyimpan teks asli ‘Supersemar’ dan di mana letak kuburan Kahar Muzakkar?” Jenderal Jusuf tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
Jenderal M. Jusuf beralasan, apabila letak kuburan Kahar diketahui masyarakat, makamnya akan disembah dan dikeramatkan. Itu syirik. Membisunya M. Jusuf soal makam Kahar ini menyebabkan lahirnya mitos di tengah masyarakat dengan banyak versi tentang di mana sebenarnya letak makam Kahar.
Salah satu versi menyebutkan, berdasarkan sumber intelijen di TNI Angkatan Darat, ketika jenazah dibawa ke Jakarta, sebenarnya ada dua peti jenazah. Satu dibuang ke laut, satu peti lainnya dibawa lagi ke Makassar dan dimakamkan di taman makam pahlawan Panaikang Makassar. Ini menyebabkan sebuah kuburan tak bernama di sebelah kiri gerbang taman makam pahlawan tersebut dianggap sebagai kuburan Kahar Muzakkar. Namun versi lain menyebutkan, jenazahnya dikuburkan di Kilometer 1 jalan raya Kendari. Manakah yang benar?
Ada kesamaan sikap bagaimana menguburkan jenazah para pemberontak, baik Republik Indonesia maupun pemerintah Hindia Belanda jelang abad 20. Makam-makam mereka rata-rata disembunyikan. Tak hanya Kahar Muzakkar, makam Kartosuwiryo (pemimpin Negara Islam Indonesia) maupun Soumokil (pemimpin Republik Maluku Selatan) di masa setelah kemerdekaan Indonesia juga tak diketahui letaknya.
Makam musuh penguasa tak boleh diketahui karena punya potensi menghidupkan kembali gerakan perlawanan. Apalagi orang Indonesia punya tradisi ziarah. Ziarah dianggap bisa menanam bibit pemberontakan. Kita masih ingat bagaimana Amerika Serikat memakamkan Osamah Bin Laden. Bukan di daratan, tapi di Samudera Hindia.
Itulah mengapa beberapa makam yang dianggap musuh negara tak pernah jelas letaknya. Ada ketakutan bahwa jika makam-makam ini diketahui, lantas dikeramatkan, maka pemberontakan bisa terulang lagi. Menghilangkan atau mengaburkan sebuah makam, dengan kata lain, dianggap sebagai langkah melenyapkan orang yang dimakamkan tersebut dari sejarah.

(berbagai sumber)






_


(*)


Source:
https://www.facebook.com/groups/595521033981696/permalink/967225176811278/

Komentar

Postingan Populer